Aktivis Save Our Soccer (SOS) Apung Widadi, digerebek aparat karena sebar berita bohong. |
IF48 - Aktivis Save Our Soccer (SOS) Apung Widadi yang mengaku kritis terhadap induk organisasi sepakbola Indonesia, Rabu kemarin (6/5/2015), dipanggil oleh polisi saat menghadiri live program talkshow Mata Najwa yang disiarkan oleh Metro TV. Kemudian dia disodorkan oleh pihak kepolisian sebuah surat panggilan dari Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Kemudian Surat panggilan bernomor 2490/V/2015 meminta Apung bersaksi
dalam dugaan tindak pidana penyebaran berita bohong atau pencemaran nama
baik dan fitnah melalui media eletronik. Dugaan ini menyertakan pasal
berlapis yakni pasal14 nomor 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, pasal
310 dan 311 KUHP, serta pasal 45 ayat 1 dan pasal 27 ayat 3
Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi
eletronik.
Apung dituduh membuat tulisan di grup Forum Diskusi Sporter Indonesia
(FDSI) yang berada di Facebook pada 08 Februari tahun lalu. Pada kolom
Facebook itu, dia menulis bahwa La Nyalla Mattalitti yang disingkat LNM,
yang saat ini terpilih sebagai ketua PSSI, menggunakan uang hak siar
tim nasional di bawah usia 19 tahun untuk membiayai Persebaya Surabaya.
"Sebenarnya ini kasus lama. Bahkan kami sudah melaporkan Apung sejak
tahun lalu. Namun dia selalu tak patuh hukum karena berapa kali mangkir
dari pemanggilan. Padahal kasus ini sudah kami laporkan sejak tahun
lalu. Hanya kebetulan dia ada di sini, sebelumnya dia sudah
dicari-cari," jelas direktur Hukum PSSI, Aristo Pangaribuan saat
dihubungi melalui seluler, Kamis (7/5/2015) malam WIB.
Sementara pasal yang dimaksud Aristo adalah Pasal 14 Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1946 tentang penyebaran berita atau pemberitahuan bohong kepada
publik. Bila terbukti bersalah, ancaman hukum terhadap Apung
setinggi-tingginya selama tiga tahun. Aristo mengaku sebelum melaporkan
Apung, diberikan somasi terlebih dulu. Hanya Apung dinilai tidak
mengindahkan. "Sebelumnya kami undang dia untuk menjelaskan kepada kami,
tapi dia tak pernah datang" kata Aristo.
No comments:
Post a Comment