IF48 - Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) meminta Persatuan Sepak Bola
Seluruh Indonesia (PSSI) untuk menunda pelaksanaan kompetisi Indonesia
Super Leage (ISL) 2015. Alasannya, banyak hal yang berkaitan dengan
tunggakan gaji pemain, izin kerja bagi para pemain asing yang belum
tuntas dan akan menimbulkan persoalan di kemudian hari.
Pihak Liga Indonesia berpendapat bahwa pelaksanaan kompetisi tidak
mungkin ditunda lagi. Penundaan tidak menyelesaikan persoalan, tetapi
jusru memunculkan persoalan yang baru. Untuk itu kompetisi ditetapkan
berjalan sesuai jadwal semula.
Liga Indonesia berpendapat, persoalan yang selama ini mengganjal sudah
diselesaikan. Tunggakan gaji pemain yang dihadapi Persija Jakarta dan
Persebaya Surabaya sudah dilunasi.
Kompetisi sepak bola tidak mungkin ditetapkan untuk dijalankan atau
ditunda dengan seenaknya. Jadwal kompetisi sudah diatur sejak kompetisi
tahun lalu berakhir dengan memperhatikan jadwal kompetisi internasional.
Kompetisi bukan hanya sekadar mempertemukan satu klub dengan klub lain,
tetapi ada tujuan lebih besar di belakangnya. Tujuan besar itu adalah
memberi ajang kepada para pemain untuk semakin mengasah keterampilannya
agar kemudian bisa terpilih ke dalam tim nasional.
Bahwa sekarang sepak bola menjadi industri, tetap akhirnya kompetisi itu
akan bermuara ke tim nasional. Industrialisasi sepak bola hanya sekadar
alat untuk bisa mengkapitalisasikan modal agar klub semakin mempunyai
kemampuan untuk mengasah kemampuan para pemainnya dan dengan itu
kemudian bisa memberi kontribusi yang maksimal kepada tim nasional.
BOPI tentunya mempunyai tanggung jawab untuk membuat klub menjadi
semakin profesional dan juga pemain yang mengerti antara hak dan
kewajibannya. BOPI harus muncul dengan pemikiran strategis untuk membuat
profesionalisme olahraga di Indonesia berkembang dengan optimal.
Oleh karena itu BOPI tidak boleh menjadi sumber masalah. BOPI harus
hadir sebagai pemecah masalah. Mereka memberikan kontribusi agar
hambatan pembinaan olahraga di Indonesia bisa dipecahkan.
Seperti halnya PSSI, Liga Indonesia masih banyak memiliki kelemahan.
Pengelola Liga Indonesia harus diberikan bantuan pemikiran dan
pendampingan agar mampu menjadi organisasi yang profesional seperti
organisasi sepak bola di negara lain.
Semangat untuk saling mendukung, itulah yang kita butuhkan sekarang ini.
Bukan semangat saling melemahkan dan mengumbar kelemahan dari pihak
lain.
Olahraga termasuk sepak bola harus menjadi model bagi munculnya sikap
saling bekerja sama dan saling mengisi. Di saat negara ini sedang
dihadapkan kepada pendekatan "bellum omnium contra omnes" atau kita
hanya berkelahi satu dengan lainnya, olahraga seharusnya menawarkan
pendekatan lain yaitu saling menopang.
Sesuai dengan semangat olahraga yang mendahulukan sportivitas, maka kita
harus mau bersikap sportif. Semua dilakukan dengan terbuka tanpa ada
yang harus ditutup-tutupi. Tidak boleh ada agenda lain kecuali mencari
jalan keluar bagi perbaikan olahraga Indonesia.
Kita tidak boleh tutup mata terhadap kelemahan yang masih dalam
penyelenggaraan Kompetisi ISL. Tetapi di sisi lain kita harus mengakui
bahwa ISL merupakan satu-satunya kompetisi olahraga yang bersifat
nasional. Seperti cita-cita pendiri PSSI Ir Soeratin, sepak bola
merupakan cabang olahraga yang mampu mempersatukan Indonesia.
Hanya Kompetisi ISL yang memungkinkan pemain dari Papua bisa mengenal
Aceh. Dengan pertandingan yang dilakukan secara bergantian, maka orang
Sulawesi bisa tahu Sumatra, orang Sumatra bisa tahu Jawa, dan orang Jawa
mengenal Kalimantan.
Sejauh ini peran yang diberikan negara sangat terbatas. Lapangan sepak
bola jumlahnya sangat terbatas. Namanya stadion sepak bola tidaklah
standar.
Kalau Kompetisi ISL bisa bergulir setiap tahun, itu hanya karena ada
orang yang "gila bola" mau melakukannya. Kita tidak cukup hanya
menyalahkan "orang gila bola" itu menggelar kompetisi, tetapi membantu
mereka agar "kegilaan" itu tidak menjadi sia-sia.
Mari kita kritik terus pembinaan sepak bola kita. Tetapi berikan kritik
yang membangun agar kemudian ada perbaikan yang bisa dilakukan, bukan
hanya sekadar berhenti pada pilihan "boleh atau tidak boleh" saja
menggelar kompetisi. (Suryopratomo)
No comments:
Post a Comment