Wednesday, 5 August 2015

Posisi PSSI Terhadap Putusan PTUN & UU No. 3 Tahun 2005 Tentang SKN

Tentang posisi PSSI terhadap Putusan PTUN dan UU Nomor 3 tahun 2005 SKN 
IF48 - Seperti diketahui, Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Menpora RI) telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor 01307 Tahun 2015 tanggal 17 April 2015, tentang sanksi administratif berupa kegiatan olahraga PSSI tidak diakui. Yang kemudian diikuti dengan permintaan kepada seluruh instansi pemerintah di pusat dan di daerah untuk tidak memberikan pelayanan dan memfasilitasi kegiatan PSSI.

Terkait dengan tindakan Menpora tersebut, PSSI telah menguji keabsahan SK Menpora tersebut melalui Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN) dengan nomor perkara 91/G/2015/PTUN-JKT, dimana pada tanggal 25 Mei 2015 PTUN Jakarta telah mengeluarkan Penetapan Penundaan (putusan sela) yang menyatakan bahwa SK Menpora Nomor 01307 Tahun 2015 tidak mempunyai kekuatan hukum dikarenakan ditunda keberlakuannya hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Penetapan tersebut diperkuat dengan Putusan PTUN Jakarta nomor 91/G/2015/PTUN-JKT pada tanggal 14 Juli 2015 yang menyatakan mengabulkan seluruh gugatan PSSI dan menyatakan SK Menpora tersebut batal dan harus dicabut.

Adapun permohonan banding yang diajukan oleh Menpora terhadap putusan PTUN tersebut tidak membuat SK Menpora tersebut aktif kembali. Karena berdasarkan amar putusannya, di dalam penundaan menyatakan tentang penundaan pelaksanaan SK Menpora tetap berlaku hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau sampai ada penetapan lain yang mencabutnya di kemudian hari.

Sehingga posisi SK Menpora tersebut hingga hari ini tetap dalam status ditunda keberlakuannya. Konsekuensinya, PSSI berada dalam keadaan semula. Sehingga Komite Eksekutif PSSI telah memutuskan untuk menjalankan kembali semua program kerja PSSI dengan menyusun ulang dan menyesuaikan jadwal pelaksanaannya.

Khusus terhadap Suspension FIFA, dimana dengan jelas disebutkan dalam surat suspension, bahwa FIFA akan mencabut suspension terhadap Indonesia apabila tidak ada lagi intervensi pemerintah, maka PSSI telah menunjuk vice president PSSI Sdr. Hinca Pandjaitan untuk menjalin komunikasi dengan FIFA terkait hal tersebut.

Undang-Undang No. 3 tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional

Pemerintah melalui UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga, dimana dengan jelas memberikan kewenangan kepada PSSI sebagai induk cabang olahraga untuk melaksanakan kegiatan keolahragaan sepakbola prestasi dan sepakbola profesional.

Seperti disebutkan dengan jelas di pasal-pasal sebagai berikut;

Pasal 27 ayat 2 UU SKN dan Pasal 34 ayat 1 PP 16/2007:
Pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi dilakukan oleh induk organisasi cabang olahraga, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah.

Pasal 29 ayat 2UU SKN dan Pasal 36 ayat 2 PP 16/2007:
Pembinaan dan pengembangan olahraga profesional dilakukan oleh induk organisasi cabang olahraga dan/atau organisasi olahraga profesional.

Pasal 48 ayat 2 jo. Pasal 43 UU SKN:
Induk organisasi cabang olahraga bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penyelenggaraan kejuaraan olahraga kejuaraan olahraga tingkat kabupaten/kota, tingkat wilayah, tingkat provinsi, dan tingkat nasional; dan kejuaraan olahraga tingkat internasional.

Pasal 27 PP 17/2007:
Kejuaraan olahraga pada kabupaten, wilayah, nasional dan internasional menjadi tanggungjawab induk organisasi cabang olahraga.

Pasal 51 ayat 2 UU SKN dan Pasal 29 ayat 1 PP 17/2007:
Penyelenggara kejuaraan olahraga yang mendatangkan langsung massa penonton wajib mendapatkan rekomendasi dari induk organisasi cabang olahraga yang bersangkutan dan memenuhi peraturan perundang-undangan.

Pasal 89 Ayat 1 dan 2 UU SKN:
(1) Setiap orang yang menyelenggarakan kejuaraan olahraga tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan kerusakan dan/atau gangguan keselamatan pihak lain, setiap orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

No comments:

Post a Comment